saya memanjatkan doa ini dengan sungguh-sungguh : ya Allah, jangan jodohkan saya dengan jakarta. aamiin.
sejujurnya jakarta seperti kota impian saat saya masih kecil. kota yang akan menjadi tujuan saya selepas menyelesaikan pendidikan. mungkin karena hampir semua orang di sekeliling saya pergi ke jakarta untuk bekerja. afi kecil pun terpengaruh untuk melakukan hal yang sama. pokoknya ke jakarta, pulangnya bawa uang sekoper. hahaha
saya pernah ke jakarta beberapa kali. saat masih kecil (lupa umur berapa) saya ke jakarta diajak oleh tetangga. tidak banyak yang saya ingat. hanya saat naik bis sinar jaya saya harus masuk melalui jendela demi mendapatkan tempat duduk. waktu itu bis masih menjadi alat transportasi idola dan kalau tidak sigap bisa-bisa waktu delapan jam perjalanan dihabiskan dengan berdiri.
kali kedua saya ke jakarta adalah saat study tour ketika saya duduk di bangku smp. dan yang saya ingat cuma tempat wisatanya, hehehe. lubang buaya, taman mini, monas, dan dunia fantasi ancol. suasana jakarta dan lainnya (saat itu) hilang dari memori saya.
yang ketiga adalah saat saya mendapat panggilan kerja di salah satu perusahaan di jakarta. waktu itu saya baru lulus sekolah. dan memang sedang getol-getolnya melamar kerja di berbagai tempat. sayangnya banyak yang belum berjodoh dengan saya. hingga akhirnya di suatu siang saya ditelepon salah satu perusahaan (lupa nama perusahaannya) untuk melakukan interview di gedung bursa efek jakarta. setelah berunding dengan orangtua, berangkatlah saya ke jakarta diantar oleh bapak. selama tiga hari saya mengikuti training di gedung bej. dan waktu tiga hari sudah cukup membuat saya memblack list jakarta sebagai kota tempat tinggal. selama tiga hari itu saya menumpang saudara di kawasan depok. berangkat setiap pukul enam pagi, dan pulang --paling awal-- saat adzan isya baru sampai rumah. padahal kami naik sepeda motor yang masih terhitung lebih mudah di jalanan jakarta. itupun beberapa kali kena macet. jangan tanya udara seperti apa yang saya hirup. pengap dan panas. dan satu hari cukup membuat radang tenggorokan saya kambuh. itu baru soal jalanan jakarta. saya yang seumur hidup (waktu itu) boleh dibilang hidup damai sentosa di pedesaan, mengalami culture shock saat di jakarta. semua yang saya lihat hanya di layar kaca bernama televisi, saya temukan langsung di jakarta. dan itu cukup membuat saya kaget (maklum ndeso). dan setelah tiga hari, saya memutuskan untuk pulang.
saya selalu kagum dengan para penghuni jakarta, bapak-bapak, ibu-ibu, mamas-mamas, mbak-mbak, dan semua orang yang menjemput rejeki di jakarta, ataupun bermukim di jakarta. di mata saya mereka luar biasa hebat dan memiliki sumbu sabar yang panjang.
dan sekarang saya --untuk sementara waktu-- berada di bintaro. memang bukan di jakarta, tapi hiruk pikuknya tetap tidak sesuai dengan saya. terlalu riuh untuk saya yang dibesarkan di tempat yang cenderung sunyi. dan lagi-lagi doa saya di atas saya panjatkan dengan sungguh-sungguh; ya Allah, jangan jodohkan saya dengan jakarta. aamiin